Dari Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu bahwa ”Beliau pernah diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengurusi penyembelihan ontanya dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yang berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan dia tidak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam lafaz lainnya beliau berkata,
نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِناَ
”Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim). Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama (simak Shahih Fiqih Sunnah, II/379).
Syaikh Abdullah Al-Bassaam mengatakan, ”Tukang jagal tidak boleh diberi daging atau kulitnya sebagai bentuk upah atas pekerjaannya.
Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Yang diperbolehkan adalah memberikannya sebagai bentuk hadiah jika dia termasuk orang kaya atau sebagai sedekah jika ternyata dia adalah miskin.....” (Taudhihul Ahkaam, IV/464).
Pernyataan beliau semakna dengan pernyataan Ibn Qosim yang mengatakan: ”Haram menjadikan bagian hewan qurban sebagai upah bagi jagal.” Perkataan beliau ini dikomentari oleh Al-Baijuri: ”karena hal itu (mengupah jagal) semakna dengan jual beli. Namun jika jagal diberi bagian dari qurban dengan status sedekah bukan upah maka tidak haram.” (Hasyiyah Al Baijuri As Syafi’i 2/311).
Adapun bagi orang yang memperoleh hadiah atau sedekah daging qurban diperbolehkan memanfaatkannya sekehendaknya, bisa dimakan, dijual atau yang lainnya. Akan tetapi tidak diperkenankan menjualnya kembali kepada orang yang memberi hadiah atau sedekah kepadanya (Tata Cara Qurban, hlm. 69).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.