Waktu Penyembelihan Hewan Aqiqah Menurut sunnah Nabi, penyembelihan hewan aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahirannya dengan menghitung hari kelahirannya. Jadi, hewan aqiqah di sembelih disembelih pada hari keenam, jika hari kelahiran tidak dihitung. Apabila sang anak dilahirkan pada malam hari maka dihitung dari hari setelah malam kelahiran itu. Penyembelihan hewan kurban dilaksanakan pada hari ketujuh, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abdullah ibn Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda, “Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, hari ke empat belas, dan hari kedua puluh satu.” Menurut penganut Mazhab Hanbali, adiqah disembelih pada hari ketujuh dan seterusnya, kelipatan tujuh. Mereka memiliki beberapa riwayat (yang dapat dijadikan dalil). Sedangkan menurut penganut Mazhab Syafi'i disebut kan bahwa penyebutan tujuh itu untuk ikhtiyar (pilihan) bukan keharusan. Rafi'i menambahkan bahwa waktu pe nyembelihan hewan aqiqah dimulai dari kelahiran bayi. Imam Syafi'i berkata, “Makna hadis itu adalah penyem belihan aqiqah diusahakan tidak ditangguhkan hingga melewati hari ketujuh. Namun jika memang belum sempat beraqiqah sampai sang bayi telah mencapai usia balig, maka gugurlah tanggung jawab orang yang seharusnya mengaqiqahkannya. Tetapi, jika sang anak ingin beraqiqah untuk dirinya sendiri maka ia boleh melakukannya. Ada ulama yang mengatakan, “Tanggung jawab untuk mengadiqahkan tidak hilang walaupun tidak dilaksanakan pada hari ketujuh, namun disunnahkan agar tidak terlambat sampai usia balig."
Imam an-Nawawi berkata, “Abu Abdillah al-Busyihi, salah seorang imam dalam mazhab kami berkata, 'Jika tidak sempat menyembelih pada hari ketujuh maka di hari ke empat, (jika belum juga dilaksanakan) maka di hari kedua puluh satunya, demikian terus pada kelipatan tujuh'." Ketika akan menyembelih hewan aqiqah, orang yang menyembelih disunnahkan membaca, “Dengan Nama Allah. Ya Allah, untuk-Mu dan kepada-Mu aqiqah si Fulan." Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad hasan, dari Aisyah r.a. bahwa Nabi s.a.w. me nyembelih hewan aqiqah untuk Hasan dan Husain, dan beliau bersabda. "Ucapkanlah, 'Dengan nama Allah. Ya Allah, untuk-Mu dan kepada-Mu aqiqah si Fulan'. Namun, jika bacaannya dipendekkan dengan hanya mengucap bismillāh maka itu lebih utama karena kesahihan hadis di atas masih diperdebatkan.
Disunnahkan juga memisah-misahkan anggota badan hewan aqiqah, dan dilarang meremukkan tulang-tulangnya. Ada dua hikmah dari hal tersebut, yaitu: Pertama, sebagai penghormatan terhadap orang-orang miskin dan para tetangga yang diberikan hidangan atau hadiah berupa daging aqiqah, yaitu dengan memberikan potongan besar yang sempurna yang tulangnya tidak di pecah dan dagingnya tidak dikurangi. Tidak diragukan bahwa bahwa cara penyajian dan pemberian seperti ini merupakan penghormatan bagi orang-orang yang me nerima. Kedua, oleh karena kedudukan aqiqah sebagai tebusan untuk menebus sang bayi maka dianjurkan tulangnya tidak usah dipotong-potong, untuk mengharap keberkahan (dari Allah s.w.t.) juga dengan harapan agar anggota-anggota tubuh si bayi menjadi sehat dan kuat. Wallâhu a’lam.41 Ketiga, Apa yang Dilakukan Setelah Penyembelihan? Setelah penyembelihan hewan selesai, hendaknya kaum Muslimin waspada, jangan sampai melumuri kepala bayi dengan darah hewan aqiqah, karena hal itu merupakan kebiasaan kaum Jahiliyah. Akan tetapi, hendaknya kepala bayi tersebut dilumuri dengan minyak za’faran. Disunnahkan memakan hewan aqiqah, boleh juga meng hadiahkannya atau menyedekahkannya kepada orang lain, karena aqiqah adalah menyembelih hewan yang hukumnya sunnah maka hukumnya sama dengan hewan kurban.
Rafi’i berkata, “Sunnah memberikan bagian kaki dari hewan aqiqah kepada bidan, dokter atau dukun bayi (yang membantu proses kelahiran) sebagaimana yang disebutkan dalam sunan al-Baihaqi, dari Ali r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. memerintahkan Fathimah r.a., ‘Timbanglah rambut al Husain, kemudian bersedekahlah dengan perak (seberat rambut yang ditimbang) dan berikanlah bagian kaki hewan aqiqah kepada wanita yang membantu proses kelahiran’.” (Diriwayatkan secara mauqûf sampai pada Ali r.a.) Disunnahkan juga memasak daging hewan aqiqah se hingga masakannya menjadi manis, dengan harapan agar sang bayi kelak memiliki akhlak yang baik dan terpuji.
Waktu Penyembelihan Hewan Aqiqah Edit
Waktu Penyembelihan Hewan Aqiqah Menurut sunnah Nabi, penyembelihan hewan aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahirannya dengan menghitung hari kelahirannya. Jadi, hewan aqiqah di sembelih disembelih pada hari keenam, jika hari kelahiran tidak dihitung. Apabila sang anak dilahirkan pada malam hari maka dihitung dari hari setelah malam kelahiran itu. Penyembelihan hewan kurban dilaksanakan pada hari ketujuh, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abdullah ibn Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda, “Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, hari ke empat belas, dan hari kedua puluh satu.” Menurut penganut Mazhab Hanbali, adiqah disembelih pada hari ketujuh dan seterusnya, kelipatan tujuh. Mereka memiliki beberapa riwayat (yang dapat dijadikan dalil). Sedangkan menurut penganut Mazhab Syafi'i disebut kan bahwa penyebutan tujuh itu untuk ikhtiyar (pilihan) bukan keharusan. Rafi'i menambahkan bahwa waktu pe nyembelihan hewan aqiqah dimulai dari kelahiran bayi. Imam Syafi'i berkata, “Makna hadis itu adalah penyem belihan aqiqah diusahakan tidak ditangguhkan hingga melewati hari ketujuh. Namun jika memang belum sempat beraqiqah sampai sang bayi telah mencapai usia balig, maka gugurlah tanggung jawab orang yang seharusnya mengaqiqahkannya. Tetapi, jika sang anak ingin beraqiqah untuk dirinya sendiri maka ia boleh melakukannya. Ada ulama yang mengatakan, “Tanggung jawab untuk mengadiqahkan tidak hilang walaupun tidak dilaksanakan pada hari ketujuh, namun disunnahkan agar tidak terlambat sampai usia balig."
Imam an-Nawawi berkata, “Abu Abdillah al-Busyihi, salah seorang imam dalam mazhab kami berkata, 'Jika tidak sempat menyembelih pada hari ketujuh maka di hari ke empat, (jika belum juga dilaksanakan) maka di hari kedua puluh satunya, demikian terus pada kelipatan tujuh'." Ketika akan menyembelih hewan aqiqah, orang yang menyembelih disunnahkan membaca, “Dengan Nama Allah. Ya Allah, untuk-Mu dan kepada-Mu aqiqah si Fulan." Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad hasan, dari Aisyah r.a. bahwa Nabi s.a.w. me nyembelih hewan aqiqah untuk Hasan dan Husain, dan beliau bersabda. "Ucapkanlah, 'Dengan nama Allah. Ya Allah, untuk-Mu dan kepada-Mu aqiqah si Fulan'. Namun, jika bacaannya dipendekkan dengan hanya mengucap bismillāh maka itu lebih utama karena kesahihan hadis di atas masih diperdebatkan.
Disunnahkan juga memisah-misahkan anggota badan hewan aqiqah, dan dilarang meremukkan tulang-tulangnya. Ada dua hikmah dari hal tersebut, yaitu: Pertama, sebagai penghormatan terhadap orang-orang miskin dan para tetangga yang diberikan hidangan atau hadiah berupa daging aqiqah, yaitu dengan memberikan potongan besar yang sempurna yang tulangnya tidak di pecah dan dagingnya tidak dikurangi. Tidak diragukan bahwa bahwa cara penyajian dan pemberian seperti ini merupakan penghormatan bagi orang-orang yang me nerima. Kedua, oleh karena kedudukan aqiqah sebagai tebusan untuk menebus sang bayi maka dianjurkan tulangnya tidak usah dipotong-potong, untuk mengharap keberkahan (dari Allah s.w.t.) juga dengan harapan agar anggota-anggota tubuh si bayi menjadi sehat dan kuat. Wallâhu a’lam.41 Ketiga, Apa yang Dilakukan Setelah Penyembelihan? Setelah penyembelihan hewan selesai, hendaknya kaum Muslimin waspada, jangan sampai melumuri kepala bayi dengan darah hewan aqiqah, karena hal itu merupakan kebiasaan kaum Jahiliyah. Akan tetapi, hendaknya kepala bayi tersebut dilumuri dengan minyak za’faran. Disunnahkan memakan hewan aqiqah, boleh juga meng hadiahkannya atau menyedekahkannya kepada orang lain, karena aqiqah adalah menyembelih hewan yang hukumnya sunnah maka hukumnya sama dengan hewan kurban.
Rafi’i berkata, “Sunnah memberikan bagian kaki dari hewan aqiqah kepada bidan, dokter atau dukun bayi (yang membantu proses kelahiran) sebagaimana yang disebutkan dalam sunan al-Baihaqi, dari Ali r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. memerintahkan Fathimah r.a., ‘Timbanglah rambut al Husain, kemudian bersedekahlah dengan perak (seberat rambut yang ditimbang) dan berikanlah bagian kaki hewan aqiqah kepada wanita yang membantu proses kelahiran’.” (Diriwayatkan secara mauqûf sampai pada Ali r.a.) Disunnahkan juga memasak daging hewan aqiqah se hingga masakannya menjadi manis, dengan harapan agar sang bayi kelak memiliki akhlak yang baik dan terpuji.
Imam an-Nawawi berkata, “Abu Abdillah al-Busyihi, salah seorang imam dalam mazhab kami berkata, 'Jika tidak sempat menyembelih pada hari ketujuh maka di hari ke empat, (jika belum juga dilaksanakan) maka di hari kedua puluh satunya, demikian terus pada kelipatan tujuh'." Ketika akan menyembelih hewan aqiqah, orang yang menyembelih disunnahkan membaca, “Dengan Nama Allah. Ya Allah, untuk-Mu dan kepada-Mu aqiqah si Fulan." Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad hasan, dari Aisyah r.a. bahwa Nabi s.a.w. me nyembelih hewan aqiqah untuk Hasan dan Husain, dan beliau bersabda. "Ucapkanlah, 'Dengan nama Allah. Ya Allah, untuk-Mu dan kepada-Mu aqiqah si Fulan'. Namun, jika bacaannya dipendekkan dengan hanya mengucap bismillāh maka itu lebih utama karena kesahihan hadis di atas masih diperdebatkan.
Disunnahkan juga memisah-misahkan anggota badan hewan aqiqah, dan dilarang meremukkan tulang-tulangnya. Ada dua hikmah dari hal tersebut, yaitu: Pertama, sebagai penghormatan terhadap orang-orang miskin dan para tetangga yang diberikan hidangan atau hadiah berupa daging aqiqah, yaitu dengan memberikan potongan besar yang sempurna yang tulangnya tidak di pecah dan dagingnya tidak dikurangi. Tidak diragukan bahwa bahwa cara penyajian dan pemberian seperti ini merupakan penghormatan bagi orang-orang yang me nerima. Kedua, oleh karena kedudukan aqiqah sebagai tebusan untuk menebus sang bayi maka dianjurkan tulangnya tidak usah dipotong-potong, untuk mengharap keberkahan (dari Allah s.w.t.) juga dengan harapan agar anggota-anggota tubuh si bayi menjadi sehat dan kuat. Wallâhu a’lam.41 Ketiga, Apa yang Dilakukan Setelah Penyembelihan? Setelah penyembelihan hewan selesai, hendaknya kaum Muslimin waspada, jangan sampai melumuri kepala bayi dengan darah hewan aqiqah, karena hal itu merupakan kebiasaan kaum Jahiliyah. Akan tetapi, hendaknya kepala bayi tersebut dilumuri dengan minyak za’faran. Disunnahkan memakan hewan aqiqah, boleh juga meng hadiahkannya atau menyedekahkannya kepada orang lain, karena aqiqah adalah menyembelih hewan yang hukumnya sunnah maka hukumnya sama dengan hewan kurban.
Rafi’i berkata, “Sunnah memberikan bagian kaki dari hewan aqiqah kepada bidan, dokter atau dukun bayi (yang membantu proses kelahiran) sebagaimana yang disebutkan dalam sunan al-Baihaqi, dari Ali r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. memerintahkan Fathimah r.a., ‘Timbanglah rambut al Husain, kemudian bersedekahlah dengan perak (seberat rambut yang ditimbang) dan berikanlah bagian kaki hewan aqiqah kepada wanita yang membantu proses kelahiran’.” (Diriwayatkan secara mauqûf sampai pada Ali r.a.) Disunnahkan juga memasak daging hewan aqiqah se hingga masakannya menjadi manis, dengan harapan agar sang bayi kelak memiliki akhlak yang baik dan terpuji.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.