Jasa Catering Aqiqah, Diolah Secara Syar’i

Diberdayakan oleh Blogger.

DAFTAR ISI

Aqiqah Sidoarjo

Bapak Hendra : 0811-378-547
Jl. Raya Suko No. 14 Suko, Sidoarjo.

Tertarik? Tunggu Apa Lagi?!

Segera Pesan Sekarang Juga

Hanya 2.435.000

Entri Populer

Pages

AQIQAH DI SIDOARJO dan SEKITARNYA

Melayani wilayah Sidoarjo dan Sekitarnya

Dengarkan Apa Kata Mereka

Kami akan memberikan yang terbaik untuk anda.

Untuk kedua kalinya saya aqiqoh di sini, karena masakannya enak, saya suka dimasakkan kikil, saya rekomendasikan kepada sanak saudara saya.

testimoni

Yuliana - sidoarjo

Terima kasih, masakan nya enak dan saudara serta teman2 bilang masakannya siiip.... Sukses

testimoni

Dini - Sidoarjo

Acara Aqiqah anak kami lancar. Masakannya yahut bgt dan pengirimannya on time..

testimoni

Nabila - Sidoarjo

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *

AQIQAH SESUAI SYAR'I ENAK DAN HALAL

Berpengalaman dan Rasa Dijamin Nikmat

Berqurban Atas Nama Orang Yang Sudah Meninggal     Edit

Berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia dapat dirinci sebagai berikut:

Pertama, orang yang meninggal bukan sebagai sasaran qurban utama, namun statusnya mengikuti qurban keluarganya yang masih hidup. Misalnya seseorang berqurban untuk dirinya dan keluarganya, sementara ada di antara 
keluarganya yang telah meninggal. Berqurban jenis ini dibolehkan dan pahala qurbannya meliputi dirinya dan keluarganya, termasuk yang sudah meninggal.

Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan:

“Adapun mayit termasuk salah satu yang mendapat pahala dari qurban seseorang, ini berdasarkan hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untuk dirinya dan keluarga beliau. Sementara keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencakup istri beliau yang telah meninggal dan yang masih hidup. Demikian pula ketika beliau berqurban untuk umat beliau. Dan diantara mereka ada yang sudah meninggal, dan ada yang belum dilahirkan. Akan tetapi, berqurban secara khusus atas nama orang yang telah meninggal, saya tidak mengetahui adanya dalil dalam masalah ini.” (Syarhul Mumthi’, 7:287)

Kedua, Berqurban khusus untuk orang yang meninggal karena mayit pernah mewasiatkan agar keluarganya berqurban untuk dirinya setelah dia meninggal. Berqurban untuk mayit untuk kasus ini diperbolehkan jika dalam rangka menunaikan wasiat si mayit, dan nilai biaya untuk qurban, kurang dari sepertiga total harta mayit.

Terdapat hadits dalam masalah ini, dari Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu, bahwa beliau pernah berqurban dengan dua ekor kambing. Ketika beliau ditanya, beliau menjawab:
  
    إن رسول الله صلى الله عليه و سلم أوصاني أن أضحي عنه فأنا أضحي عنه
  
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat kepadaku agar aku berqurban untuk beliau. Sekarang saya berqurban atas nama beliau.”

Hadits ini diriwayatkan Abu Daud dan Turmudzi, namun status hadits ini dhaif, sebagaimana keterangan Syaikh al-Albani dalam Dhaif Sunan Abi Daud, no. 596.

Ibn Utsaimin mengatakan: “Berqurban atas nama mayit, jika dia pernah berwasiat yang nilainya kurang dari sepertiga hartanya, atau dia mewakafkan hewannya maka wajib ditunaikan...” (Risalah Fiqhiyah Ibn Utsaimin, Ahkam Udhiyah)

Beliau juga mengatakan: "Karena Allah melarang untuk mengubah wasiat, kecuali jika wasiat tersebut adalah wasiat yang tidak benar atau wasiat yang mengandung dosa, seperti wasiat yang melebihi 1/3 atau diberikan kepada orang yang kaya. Allah berfirman:
  
فَمَنْ خَافَ مِن مُّوصٍ جَنَفًا أَوْ إِثْمًا فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
  
“(Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 182)

Dan wasiat untuk berqurban tidak termasuk penyimpangan maupun dosa. Bahkan termasuk wasiat ibadah harta yang sangat utama.” (Risalah Dafnul Mayit, Ibn Utsaimin, hlm. 75)

Ketiga, berqurban khusus untuk orang yang telah meninggal tanpa ada wasiat dari mayit.

Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Sebagian ulama madzhab hambali menganggap ini sebagai satu hal yang baik dan pahalanya bisa sampai kepada mayit. Mereka mengqiyaskan (menyamakan) dengan sedekah atas nama mayit.

Disebutkan dalam fatwa Lajnah Daimah ketika ditanya tentang hukum berqurban atas nama mayit, sementara dia tidak pernah berwasiat. Mereka menjawab:

“Berqurban atas nama mayit disyariatkan. Baik karena wasiat sebelumnya atau tidak ada wasiat sebelumnya. Karena ini masuk dalam lingkup masalah sedekah (atas nama mayit).” (Fatwa Lajnah, 21367)

Akan tetapi menyamakan ibadah qurban dengan sedekah adalah analogi yang kurang tepat. Karena tujuan utama berqurban bukan semata untuk sedekah dengan dagingnya, tapi lebih pada bentuk mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih.

Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan:

“Pada kenyataannya, ibadah qurban tidak dimaksudkan semata untuk sedekah dengan dagingnya atau memanfaatkan dagingnya. Berdasarkan firman Allah:
  
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
  
“Dagingnya maupun darahnya tidak akan sampai kepada Allah, namun yang sampai kepada kalian adalah taqwa kalian” (QS. Al-Haj: 37)

Akan tetapi, yang terpenting dari ibadah qurban adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih.” (as-Syarhul Mumthi', 7:287)

Sementara itu, sebagian ulama' bersikap keras dan menilai perbuatan ini sebagai satu bentuk bid'ah, mengingat tidak diketahui adanya tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabat bahwa mereka berqurban secara khusus atas nama orang yang telah meninggal.

Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan:

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki beberapa anak laki-laki dan perempuan, para istri, dan kerabat dekat yang beliau cintai, yang meninggal dunia mendahului beliau. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berqurban secara khusus atas nama salah satu diantara mereka. Beliau tidak pernah berqurban atas nama pamannya Hamzah, atau atas nama istri beliau Khadijah atau istri beliau zainab binti Khuzaimah, tidak pula untuk tiga putrinya dan anak-anaknya radliallahu ‘anhum. Andaikan ini disyariatkan, tentu akan dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dalam bentuk perbuatan maupun ucapan. Akan tetapi, seseorang hendaknya berqurban atas nama dirinya dan keluarganya. (As-Syarhul Mumthi', 7:287)

Meskipun demikian, Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin rahimahullah tidaklah menganggap bentuk berqurban secara khusus atas nama mayit sebagai perbuatan bid'ah. Beliau mengatakan:

“Sebagian ulama mengatakan, berqurban secara khusus atas nama mayit adalah bid'ah yang terlarang. Namun vonis bid'ah di sini terlalu berat. Karena keadaan minimal yang bisa kami katakan bahwa qurban atas nama orang yang sudah meninggal termasuk sedekah. Dan terdapat dalil yang shahih tentang bolehnya bersedekah atas nama mayit” (as-Syarhul Mumthi', 7:287)

Berqurban Atas Nama Orang Yang Sudah Meninggal

Berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia dapat dirinci sebagai berikut:

Pertama, orang yang meninggal bukan sebagai sasaran qurban utama, namun statusnya mengikuti qurban keluarganya yang masih hidup. Misalnya seseorang berqurban untuk dirinya dan keluarganya, sementara ada di antara 
keluarganya yang telah meninggal. Berqurban jenis ini dibolehkan dan pahala qurbannya meliputi dirinya dan keluarganya, termasuk yang sudah meninggal.

Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan:

“Adapun mayit termasuk salah satu yang mendapat pahala dari qurban seseorang, ini berdasarkan hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban untuk dirinya dan keluarga beliau. Sementara keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencakup istri beliau yang telah meninggal dan yang masih hidup. Demikian pula ketika beliau berqurban untuk umat beliau. Dan diantara mereka ada yang sudah meninggal, dan ada yang belum dilahirkan. Akan tetapi, berqurban secara khusus atas nama orang yang telah meninggal, saya tidak mengetahui adanya dalil dalam masalah ini.” (Syarhul Mumthi’, 7:287)

Kedua, Berqurban khusus untuk orang yang meninggal karena mayit pernah mewasiatkan agar keluarganya berqurban untuk dirinya setelah dia meninggal. Berqurban untuk mayit untuk kasus ini diperbolehkan jika dalam rangka menunaikan wasiat si mayit, dan nilai biaya untuk qurban, kurang dari sepertiga total harta mayit.

Terdapat hadits dalam masalah ini, dari Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu, bahwa beliau pernah berqurban dengan dua ekor kambing. Ketika beliau ditanya, beliau menjawab:
  
    إن رسول الله صلى الله عليه و سلم أوصاني أن أضحي عنه فأنا أضحي عنه
  
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwasiat kepadaku agar aku berqurban untuk beliau. Sekarang saya berqurban atas nama beliau.”

Hadits ini diriwayatkan Abu Daud dan Turmudzi, namun status hadits ini dhaif, sebagaimana keterangan Syaikh al-Albani dalam Dhaif Sunan Abi Daud, no. 596.

Ibn Utsaimin mengatakan: “Berqurban atas nama mayit, jika dia pernah berwasiat yang nilainya kurang dari sepertiga hartanya, atau dia mewakafkan hewannya maka wajib ditunaikan...” (Risalah Fiqhiyah Ibn Utsaimin, Ahkam Udhiyah)

Beliau juga mengatakan: "Karena Allah melarang untuk mengubah wasiat, kecuali jika wasiat tersebut adalah wasiat yang tidak benar atau wasiat yang mengandung dosa, seperti wasiat yang melebihi 1/3 atau diberikan kepada orang yang kaya. Allah berfirman:
  
فَمَنْ خَافَ مِن مُّوصٍ جَنَفًا أَوْ إِثْمًا فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
  
“(Akan tetapi) barangsiapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 182)

Dan wasiat untuk berqurban tidak termasuk penyimpangan maupun dosa. Bahkan termasuk wasiat ibadah harta yang sangat utama.” (Risalah Dafnul Mayit, Ibn Utsaimin, hlm. 75)

Ketiga, berqurban khusus untuk orang yang telah meninggal tanpa ada wasiat dari mayit.

Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Sebagian ulama madzhab hambali menganggap ini sebagai satu hal yang baik dan pahalanya bisa sampai kepada mayit. Mereka mengqiyaskan (menyamakan) dengan sedekah atas nama mayit.

Disebutkan dalam fatwa Lajnah Daimah ketika ditanya tentang hukum berqurban atas nama mayit, sementara dia tidak pernah berwasiat. Mereka menjawab:

“Berqurban atas nama mayit disyariatkan. Baik karena wasiat sebelumnya atau tidak ada wasiat sebelumnya. Karena ini masuk dalam lingkup masalah sedekah (atas nama mayit).” (Fatwa Lajnah, 21367)

Akan tetapi menyamakan ibadah qurban dengan sedekah adalah analogi yang kurang tepat. Karena tujuan utama berqurban bukan semata untuk sedekah dengan dagingnya, tapi lebih pada bentuk mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih.

Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan:

“Pada kenyataannya, ibadah qurban tidak dimaksudkan semata untuk sedekah dengan dagingnya atau memanfaatkan dagingnya. Berdasarkan firman Allah:
  
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
  
“Dagingnya maupun darahnya tidak akan sampai kepada Allah, namun yang sampai kepada kalian adalah taqwa kalian” (QS. Al-Haj: 37)

Akan tetapi, yang terpenting dari ibadah qurban adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih.” (as-Syarhul Mumthi', 7:287)

Sementara itu, sebagian ulama' bersikap keras dan menilai perbuatan ini sebagai satu bentuk bid'ah, mengingat tidak diketahui adanya tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabat bahwa mereka berqurban secara khusus atas nama orang yang telah meninggal.

Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan:

Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki beberapa anak laki-laki dan perempuan, para istri, dan kerabat dekat yang beliau cintai, yang meninggal dunia mendahului beliau. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berqurban secara khusus atas nama salah satu diantara mereka. Beliau tidak pernah berqurban atas nama pamannya Hamzah, atau atas nama istri beliau Khadijah atau istri beliau zainab binti Khuzaimah, tidak pula untuk tiga putrinya dan anak-anaknya radliallahu ‘anhum. Andaikan ini disyariatkan, tentu akan dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dalam bentuk perbuatan maupun ucapan. Akan tetapi, seseorang hendaknya berqurban atas nama dirinya dan keluarganya. (As-Syarhul Mumthi', 7:287)

Meskipun demikian, Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin rahimahullah tidaklah menganggap bentuk berqurban secara khusus atas nama mayit sebagai perbuatan bid'ah. Beliau mengatakan:

“Sebagian ulama mengatakan, berqurban secara khusus atas nama mayit adalah bid'ah yang terlarang. Namun vonis bid'ah di sini terlalu berat. Karena keadaan minimal yang bisa kami katakan bahwa qurban atas nama orang yang sudah meninggal termasuk sedekah. Dan terdapat dalil yang shahih tentang bolehnya bersedekah atas nama mayit” (as-Syarhul Mumthi', 7:287)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Order mudah! via WhatsApp.

Instant Checkout dengan Contact Form WhatsApp.

Online 1x24 Jam!

Apapun pesananmu, CS (Customer Service) kami akan dengan senang hati untuk melayani.. :)

Kualitas Terbaik!

Kami memastikan, produk yang kami kirim sesuai dengan Ekspektasi pembeli.
1 Butuh bantuan?

×


×

Berqurban Atas Nama Orang Yang Sudah Meninggal


*Sub-Total :
*%20

* Belum termasuk Ongkos kirim


Kirim