Setiap orang yang berqurban, dianjurkan untuk makan daging qurbannya.
Sebagaimana yang Allah tegaskan dalam Al-Quran:
فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
“Jika onta qurban itu sudah jatuh (mati), makanlah darinya dan juga berikanlah kepada orang yang meminta dan yang tidak meminta..” (QS. Al-Hajj: 36).
Ulama sepakat, ayat ini berlaku untuk qurban atau hadyu yang sunah.
Qurban karena nadzar, termasuk qurban yang hukumnya wajib. Ulama berbeda pendapat tentang hukum makan daging qurban wajib, bagi shohibul qurban (pelaku qurban).
Pertama, pemilik qurban nadzar tidak boleh ikut memakannya, dan wajib dia serahkan seluruhnya kepada orang lain. Ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafiiyah dan mayoritas madzhab Hambali.
An-Nawawi mengatakan:
(فرع) في مذاهب العلماء في الاكل من الضحية والهدية الواجبين. قد ذكرنا أن مذهبنا أنه لا يجوز الاكل منهما سواء كان جبرانا أو منذورا وكذا قال الاوزاعي وداود الظاهري لا يجوز الاكل من الواجب
(Pasal) tentang pendapat para ulama mengenai hukum makan hewan qurban atau hadyu yang wajib. Telah kami tegaskan bahwa madzhab kami berpendapat, tidak boleh makan qurban dan hadyu yang wajib, baik karena memaksa diri sendiri atau karena nadzar. Demikian yang menjadi pendapat Al-Auza’i, Daud Ad-Dzahiri, tidak boleh akan qurban wajib. (Al-Majmu’, 8/418).
Dalam Fatawa ar-Ramli – ulama madzhab syafiiyah – beliau ditanya tentang orang yang menentukan, bahwa kambing X miliknya akan diqurbankan. Bolehkan pemiliknya makan?
Beliau menjawab:
بأن الشاة المذكورة تصير بلفظه المذكور أضحية, وقد زال ملكه عنها فيحرم عليه أكله من الأضحية الواجبة
Kambing yang disebutkan di pertanyaan di atas, statusnya menjadi kambing qurban disebabkan ucapan pemiliknya (menegaskan bahwa itu untuk qurban). Sehingga kepemilikan dia telah hilang. Karena itu, haram baginya untuk makan daging qurban wajib. (Fatawa ar-Ramli, 4/69)
Sementara Ibnu Qudamah mengatakan:
وَإِنْ نَذَرَ أُضْحِيَّةً فِي ذِمَّتِهِ ثُمَّ ذَبَحَهَا، فَلَهُ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا.وَقَالَ الْقَاضِي: مِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ مَنَعَ الْأَكْلَ مِنْهَا.وَهُوَ ظَاهِرُ كَلَامِ أَحْمَدَ
Jika ada orang yang nadzar untuk qurban, kemudian dia menyembelih qurban, maka dia boleh memakannya. Sementara Al-Qodhi Abu Ya’la mengatakan: Diantara ulama madzhab kami (hambali) ada yang melarang memakannya, dan itu yang nampak dari perkataan Imam Ahmad. (Al-Mughni, 9/444).
Kedua, shohibul qurban boleh memakannya. Ini adalah pendapat madzhab Malikiyah dan sebagian ulama hambali
Dalam Ensiklopedi Fikih dinyatakan:
أمّا إذا وجبت الأضحيّة ففي حكم الأكل منها اختلاف الفقهاء وَوُجُوبُهَا يَكُونُ بِالنَّذْرِ أَوْ بِالتَّعْيِينِ .... فعند المالكيّة ، والأصحّ عند الحنابلة، أنّ له أن يأكل منها ويطعم غيره
“Untuk qurban wajib, ada perselisihan ulama tentang hukum memakannya. Dimana qurban menjadi wajib disebabkan nadzar atau dengan penunjukan (misal: kambing X untuk qurban tahun ini)... menurut madzhab Maliki dan pendapat yang kuat dalam amdzhab hambali, shohibul qurban boleh memakannya, dan mensedekahkan kepada orang lain. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, 6/115)
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, terdapat kesimpulan :
ومن هنا يعلم الأخ السائل أن حكم الأكل من الأضحية التي وجبت بالنذر أو التعيين محل خلاف بين الفقهاء، والأحوط ترك الأكل منها
Dari sini, anda bisa menyimpulkan bahwa hukkum makan daging qurban wajib karena nadzar maupun penunjukkan, termasuk masalah yang diperselisihkan ulama. Yang lebih hati-hati, tidak ikut memakannya. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 103330)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.