Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3 macam:
Pertama, cacat yang menyebabkan tidak sah untuk digunakan berqurban
Disebutkan dalam hadits, dari al-Barra’ bin Azib radliallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sambil berisyarat dengan tangannya :
Ψ£َΨ±ْΨ¨َΨΉَΨ©ٌ ΩَΨ§ ΩَΨ¬ْΨ²ِΩΩَ ΩِΩ Ψ§ΩْΨ£َΨΆَΨ§ΨِΩِّ : Ψ§ΩΨΉَΩْΨ±َΨ§Ψ‘ُ Ψ§ΩΨ¨َΩِّΩ ΨΉَΩْΨ±ُΩَΨ§ Ω Ψ§ΩΩΩ
َΨ±ِΩΨΆَΨ©ُ Ψ§ΩΨ¨َΩِّΩُ Ω
َΨ±َΨΆُΩَΨ§ Ω Ψ§ΩΨΉَΨ±Ψ¬َΨ§Ψ‘ُ Ψ§ΩΨ¨َΩِّΩُ ΨΈَΩْΨΉُΩَΨ§ Ωَ Ψ§ΩΩَΨ³ِΩΨ±َΨ©ُ Ψ§ΩَّΨͺِΩ ΩَΨ§ ΨͺُΩْΩِΩ
“Ada empat hewan yang tidak boleh dijadikan qurban: buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya ketika jalan, dan hewan yang sangat kurus, seperti tidak memiliki sumsum” (HR. Nasa'i, Abu Daud dan dishahihkan al-Albani)
Keterangan:
1. Buta sebelah yang jelas butanya:
Jika butanya belum jelas, orang yang melihatnya menilai belum buta, meskipun pada hakekatnya kambing tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja. ulama' madzhab syafi'iyah menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk qurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.
2. Sakit yang jelas sakitnya
Jika sakitnya belum jelas, misalnya, hewan tersebut kesimakannya masih sehat maka boleh diqurbankan.
3. Pincang dan tampak jelas pincangnya
Artinya pincang dan tidak bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kesimakan pincang namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan qurban.
4. Hewan yang sangat kurus, seperti tidak memiliki sumsum.
Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari 4 jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan berqurban.
(simak Shahih Fiqih Sunnah, II/373 & Syarhul Mumti’ 3/294).
Sebagian ulama menjelaskan bahwa isyarat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangannya ketika menyebutkan empat cacat tersebut menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membatasi jenis cacat yang terlarang. Sehingga yang bukan termasuk empat jenis cacat sebagaimana dalam hadits boleh digunakan sebagai qurban. (Syarhul Mumthi’ 7/464)
Kedua, Cacat yang menyebabkan makruh untuk berqurban, ada 2:
Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong
Tanduknya pecah atau patah
(Shahih Fiqih Sunnah, II/373)
Terdapat hadits yang menyatakan larangan berqurban dengan hewan yang memilki dua cacat, telinga terpotong atau tanduk pecah. Namun haditsnya dlo’if, sehingga sebagian ulama menggolongkan cacat jenis kedua ini hanya menyebabkan makruh dipakai untuk qurban. (Syarhul Mumthi’ 7/470).
Ketiga, Cacat yang tidak berpengaruh pada hewan qurban (boleh dijadikan untuk qurban) namun kurang sempurna.
Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh pada status hewan qurban. Misalnya tidak bergigi (ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung. Allahu a’lam
(Shahih Fiqih Sunnah, II/373)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.